Search

Kisah Qabil dan Habil (Gagak)

Diposting oleh Ramadhan Sebelas on Rabu, 02 Januari 2013

Sebelum melakukan sesuatu hendaklah membaca basmalah
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Adapun Qabil, semakin panik. Tidak tahu apa yang harus dilakukannya terhadap mayat saudaranya. Akhirnya dia memikul jenazah itu beberapa hari sampai Allah  kirim dua ekor gagak, lalu salah satunya mengorek tanah untuk  untuk menutupi bangkai gagak lainnya.

Qabil yang sedari tadi memperhatikan gagak, mulai menyadari hal tersebut. Dalam hati dia berkata,"Mengapa aku tidak mencontoh apa yang diperbuat burung gagak itu." Ia pun meniru apa yang sudah dilakukan burung gagak tadi. Setelah menguburkan Habil adiknya, menurut riwayat, Qabil berlari masuk ke hutan dan tak pernah kembali lagi meninggalkan ayah dan ibunya.
Allah l berfirman:
Kemudian, Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali tanah di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Kabil) bagaimana seharusnya ia menguburkan mayat saudaranya. Berkatalah (Kabil), "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan saudaraku ini?" (QS Al-Maa-idah: 31).

Di dalam kisah ini terdapat banyak pelajaran yang dapat diambil, di antaranya:
1. Rasulullah n bersabda:
وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
“Dan siapa yang melakukan satu sunnah yang buruk lalu diamalkan (orang lain) sepeninggalnya, maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkan sunnah itu sepeninggalnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”8
Beliau n juga bersabda:
مَا مِنْ نَفْسٍ تُقْتَلُ ظُلْمًا إِلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ اْلأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا، ذَلِكَ بِأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ
“Tidak ada satu pun jiwa yang terbunuh secara zalim melainkan atas Ibnu Adam yang pertama bagian dari darahnya. Karena dialah yang mula-mula melakukan sunnah (tuntunan/ contoh)pembunuhan.”9
Karena itu pula Allah l berfirman:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32)

2. Kejinya tindak pembunuhan dan betapa besar hukumannya di sisi Allah l, bahkan Allah l berfirman:
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisa’: 93)
Di dalam hadits shahih, Rasulullah n bersabda:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
“Sungguh, lenyapnya dunia ini lebih ringan atas Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim.”10
Karena Allah l menciptakan dunia ini untuknya agar dia melintasinya menuju kampung akhirat dan menjadikan dunia ini sebagai ladang. Sehingga, siapa yang melenyapkan orang yang dunia ini diciptakan untuknya, berarti dia sedang berusaha untuk melenyapkan dunia.
Di dalam sebuah hadits, Nabi n bersabda:
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
“Tidak ada satu dosa yang lebih pantas disegerakan Allah hukumannya di dunia bersamaan dengan apa yang Allah persiapkan untuk pelakunya di akhirat, daripada kezaliman dan memutuskan silaturrahmi.”11
Sementara kedua dosa ini dilakukan oleh Qabil terhadap Habil. Dia melakukan kezaliman dengan membunuh Habil saudara kandungnya serta memutuskan silaturrahmi.

3. Hasad (dengki) itu sudah ada dalam di dalam diri manusia.
Al-Hasan Al-Bashri t mengatakan: ”Tidak ada satu jasad pun melainkan ada hasad di dalamnya.” Akan tetapi orang yang beriman tentu berusaha menjauhinya, karena yakin akan kejelekannya.
Alangkah tepat ungkapan ini:
أَلاَ قُلْ لِمَنْ بَاتَ لِي حَاسِدًا
أَتَدْرِي عَلَى مَن أَسَأْتَ الْأَدَبَ
أَسَأْتَ عَلَى اللهِ سُبْحَانَهُ
لِأَنَّكَ لَمْ تَرْضَ لِي مَا وَهَبَ
Ingatlah, katakan kepada yang bermalam dalam keadaan hasad kepadaku
Tahukah engkau kepada siapa sesungguhnya engkau berbuat kejelekan?
Engkau berbuat jelek kepada Allah Subhanahu
Karena sesungguhnya engkau tidak ridha terhadap apa yang diberikan-Nya kepadaku
Memang, karena hal itu menunjukkan dia menentang qadha dan qadar Allah l, menyia-nyiakan dirinya serta benci kepada karunia Allah l yang diberikannya kepada seseorang.
Allah l berfirman:
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.” (An-Nisa’: 54)

4. Adanya cobaan di antara sesama saudara jika yang satu dilebihkan dari yang lain.
Inilah yang menjadi salah satu penyebab kedengkian. Sebab lainnya di antaranya hidup berdampingan, bertetangga, persaingan, berdampingan dalam segala hal. Seorang pedagang kaki lima dengan pedagang lainnya. Salah satu dari mereka dengki kepada lainnya. Begitu pula wanita-wanita yang dimadu, dengki kepada madunya, kecuali mereka yang dirahmati Allah l. Kemudian cinta kedudukan, jabatan tinggi yang diperebutkan oleh mereka yang berlomba meraihnya. Masing-masing dengki kepada saingannya sehingga saingannya tidak berhasil menduduki jabatan tersebut. Kedengkian inilah yang menjadi sebab kenifaqan ‘Abdullah bin Ubai bin Salul.
Oleh karena itu, wajib atas setiap orang yang dihinggapi penyakit ini bertaubat kepada Allah l, berlindung kepada-Nya ketika hawa nafsunya mendorongnya untuk berbuat keji terhadap orang yang dihasadinya. Bahkan dianjurkan untuk dia banyak melakukan kebaikan terhadap orang yang dihasadinya. Mudah-mudahan Allah l melindungi kita dari penyakit yang berbahaya ini. Membersihkan hati kita dari semua kekotorannya sehingga kita bertemu dengan Allah l betul-betul dalam keadaan membawa hati yang selamat.

1 Penamaan Habil dan Qabil bagi kedua putra Adam ini, berasal dari nukilan para ulama dari Ahli Kitab, dan tidak ada satu pun nash Al-Qur’an menerangkannya, demikian pula sunnah yang tsabit (shahih). Sehingga kita tidak bisa memastikannya begitu saja. Lihat ‘Umdatut Tafsir Syaikh Ahmad Syakir (4/123). Tetapi untuk sekadar memudahkan kita memahami alur cerita, kita sebut juga kedua nama tersebut, semoga dimaklumi.
2 Al-Qurthubi mengatakan: “Ulama kita menyatakan bahwa dalam syariat kita dibolehkan untuk membela diri, secara ijma’. Namun tentang wajib atau tidaknya, ada perbedaan pendapat. Yang benar adalah wajib membela diri, karena di dalamnya terkandung nahi munkar (melarang dari kemungkaran).” (ed)
3 Lihat Al-Lubab fi ‘Ulumil Kitab 7/282.
4 Dalam masalah ini, diistilahkan oleh ulama dengan ghibthah.
5 HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud z.
6 HR. At-Tirmidzi dan lainnya, dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Al-Irwa’ (2/290).
7 Lihat Al-Fawaid (hal. 174-176), dengan sedikit perubahan.
8 HR. Muslim
9 HR. Al-Bukhari (2/79) dan Muslim (3/1303).
10 HR. At-Tirmidzi dari Ibnu ‘Umar c, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5077.
11 HR. At-Tirmidzi dari Abu Bakrah z, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 5704.

Artikel ini diolah dari berbagai sumber

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar